Minggu, 11 September 2011

Mengapa kami harus keluar dari bumi Allah SWT?

Ali Mustafa Ya’qub di acara Apa Kabar Indonesia (AKI) Malam TV One, Rabu (4/04/2011) menyatakan bahwa bagi siapa saja yang mau menegakkan Negara Islam maka silahkan keluar dari Indonesia dan mencari Negara lain yang mau menegakkannya. Layakkah pernyataan ini keluar dari mulut seorang yang dianggap ulama dan dijadikan Imam Masjid Istiqlal ?


Pernyataan Ali Mustafa Ya’qub yang pernah mengajak Obama dan istrinya keliling masjid Istiqlal ini bukanlah pernyataan baru. Bahkan pernyataan seperti itu ternyata sering diajukan oleh orang kafir atau orang yang benci syariat Islam kepada para aktivis dakwah yang ingin menegakkan syariat Allah SWT di bumi ini.
Pertanyaan itu juga sudah dan sering diajukan oleh orang-orang kafir di manapun berada kepada aktivis dakwah yang bercita-cita ingin menegakkan syariat Islam. Orang-orang kafir tersebut tidak faham mengapa ummat Islam berkeinginan untuk mengajak mereka masuk ke dalam Islam, sebuah agama yang berasal dari jazirah Arab dan kemudian menerapkan syariat Islam secara sempurna dimanapun di muka bumi ini.
Jika dikatakan oleh mereka mengapa kalian tidak keluar saja dari negeri ini lalu mencari Negara lain yang mau menerapkan syariat Islam, maka kita harus menjawabnya sebagai berikut.
Tidak diragukan lagi, disaat seorang Muslim betul-betul memahami situasi saat ini bersamaan dengan pemahamannya terhadap intisari Islam secara benar, maka dia akan menghargai dan dapat mengerti mengapa begitu banyak ummat Islam telah mengadopsi ‘pemikiran radikal’ ini dimanapun, yakni keinginan mereka untuk menerapkan syariat Islam secara kaafah (sempurna) dalam bentuk sebuah Negara Islam.  Berikut tiga alasan mendasar mengapa ummat Islam dimanapun erkeinginan kuat untuk menerapkan syariat Islam.
1. Setiap negara di dunia saat ini menjalankan atau menerapkan hukum buatan manusia. Padahal Allah SWT telah berfirman dalan Al Qur’an :
“Barang siapa yang memutuskan perkara apa saja selain dari apa yang diturunkan Allah SWT (Syariat Islam) maka mereka adalah orang-orang kafir” (QS Al Maidah : 44)

Kesalahfahaman umum yang terjadi pada pemahaman orang-orang kafir adalah menganggap negara-negara seperti Pakistan, Kuwait, atau Arab Saudi, adalah           sebagai Negara Islam yang menerapkan syariat Islam secara sempurna. Fakta sebenarnya, tidak ada satu pun negara di dunia ini, yang menerapkan syariat Islam      secara sempurna. Pemerintahan dunia yang berada di belahan timur adalah pemerintahan murtad dan di belahan barat adalah pemerintahan kafir.
Negara Islam terakhir telah dimusnahkan pada tanggal 3 Maret 1924. Sebelumnya, secara berkesinambungan Negara Islam ini telah menjalankan keadilan dan kemakmuran untuk seluruh ummat manusia selama kurang lebih 1300 tahun.
2. Hukum buatan manusia yang diterapkan oleh pemerintahan di Negara manapun saat ini adalah hukum yang dzolim dan kaum Muslimin wajib untuk berbicara dan berdakwah melawan setiap penindasan dimanapun mereka berada. Allah SWT berfirman :
“Hendaklah ada diantara kamu segolongan ummat yang menyeru kepada kebaikan  (Islam) dan melakukan amar ma’ruf nahi munkar, dan merekalah orang-orang yang beruntung.” (QS Ali Imran : 104)
Bagi ummat Islam, ketaatan total kepada Allah SWT., adalah hal yang terpenting dalam hidupnya sebagai seorang Muslim. Dengan demikian dia selalu berupaya sekuat tenaga untuk hidup dalam dan sesuai syariat Islam. Termasuk salah satunya adalah melakukan amar ma’ruf nahi munkar, dimana pun mereka berada.
Dengan kondisi faktual bobroknya sistem hukum di manapun Negara saat ini, dimana moral masyarakat hancur hampir di semua bidang, baik sosial, ekonomi, hukum, dan lain-lain, maka seorang Muslim wajib berbicara dan menyelesaikan masalah tersebut dengan manawarkan solusi dari Islam.
3. Islam adalah agama universal, yang diturunkan oleh Tuhan Semesta Alam, yang merupakan cara hidup yang diturunkan oleh Sang Pencipta untuk seluruh ummat     manusia. Allah SWT berfirman :
” Dialah (Allah) yang telah mengutus RosulNya (Muhammad SAW) dengan membawa petunjuk dan agama yang benar (Islam) untuk mendominasi semua cara  hidup dan agama yang lain walaupun orang-orang kafir membencinya.” (QS At Taubah : 33).

Tidak disangsikan lagi, Islam dan Rosul terakhir, Muhammad SAW., telah ditunjuk oleh Tuhan Yang Maha Kuasa, bagi orang-orang dimanapun hidup di dunia ini termasuk di Indonesia, untuk mengikuti dan taat.
Islam yang pada awalnya dimulai dari sebuah kota kecil di Mekkah kemudian menyebar secara cepat dan luas ke jazirah Arab, melepaskan kebangsaan dan kesukuaan. Hal unik dan spesial yang diberikan kepada nabi terakhir Muhammad SAW., dan tidak diberikan kepada nabi-nabi sebelumnya adalah fakta bahwa nabi Muhammad SAW., diutus dan diturunkan Allah SWT., tidak untuk negara atau kaum tertentu, sebagaimana Bani Israel.
Nabi Muhammad SAW., diutus untuk seluruh ummat manusia. Dengan demikian tidak mengherankan jika di Negara manapun, termasuk di Negara barat, banyak ajakan untuk masuk Islam yang dilakukan oleh orang-orang Muslim kepada masyarakat barat yang sebagian besarnya masih kafir.
Kesimpulannya, merupakan sebuah kewajiban untuk masyarakat dimanapun mereka tinggal dan ummat manusia di seluruh dunia untuk menyerahkan secara pasrah dirinya kepada Allah SWT., dan kemudian bersyahadat : “La ilaha illallah,  Muhammadarrasulullah”, Tidak ada tuhan yang layak untuk disembah selain Allah SWT., dan Muhammad SAW., adalah RosulNya.”
Kemudian kewajiban selanjutnya adalah menerapkan syariat Islam atau hukum-hukum Islam secara sempurna sebagai tanda ketaatan kepada Sang Pencipta, Allah SWT., pemilik bumi dan isinya, dan seluruh dunia dimanapun kita berada. Jadi, mengapa kami harus keluar dari bumi Allah SWT.,?
Wallahu’alam bis Showab!
Source : almuhajirun.net


Apa dosa Ulil terhadap Islam dan kaum Muslimin sehingga harus dibunuh?

Ulil Abshar Abdalla, tokoh Jaringan Islam Liberal (JIL) dikirimi paket buku berisi bom, Selasa (15/3/2011) di KBR 68 H, Utan Kayu, Jakarta Timur. Buku berisi bom tersebut berjudul “Mereka Harus Dibunuh! Karena Dosa-Dosa Mereka terhadap Islam dan Kaum Muslimin”. Apa dosa Ulil terhadap Islam dan kaum Muslimin sehingga harus dibunuh?
Dosa Ulil terhadap Islam dan kaum Muslimin
Tidak aneh jika Ulil, tokoh JIL menjadi target pembunuhan. Track record lelaki kelahiran Pati, Jawa Tengah, 11 Januari 1967 ini sudah dikenal “anti” syariat Islam. Pada 18 November 2002, Ulil menulis artikel di harian umum Kompas berjudul “Menyegarkan Kembali Pemahaman Islam” yang menuai fatwa hukum mati dari Forum Ulama Umat Indonesia (FUUI).
Dalam artikel yang menghebohkan tersebut, Ulil mengobok-obok Islam sesadis-sadisnya yang tentu saja menjadi dosa Ulil terhadap Islam dan kaum Muslimin paling parah dan takkan pernah terlupakan. Dalam artikel tersebut Ulil menistakan syariat Islam, dan menganggapnya hanya sebagai budaya Arab.
“Aspek-aspek Islam yang merupakan cerminan kebudayaan Arab, misalnya, tidak usah diikuti. Contoh, soal jilbab, potong tangan, qishash, rajam, jenggot, jubah, tidak wajib diikuti, karena itu hanya ekspresi lokal partikular Islam di Arab. Aspek-aspek Islam yang merupakan cerminan kebudayaan Arab, misalnya, tidak usah diikuti. Contoh, soal jilbab, potong tangan, qishash, rajam, jenggot, jubah, tidak wajib diikuti, karena itu hanya ekspresi lokal partikular Islam di Arab.”
Ulil tidak mengimani syariat Islam atau yang disebutnya sebagai hukum Tuhan.
“Menurut saya, tidak ada yang disebut “hukum Tuhan” dalam pengertian seperti dipahami kebanyakan orang Islam. Misalnya, hukum Tuhan tentang pencurian, jual beli, pernikahan, pemerintahan, dan sebagainya. Yang ada adalah prinsip-prinsip umum yang universal yang dalam tradisi pengkajian hukum Islam klasik disebut sebagai maqashidusy syari’ah, atau tujuan umum syariat Islam.”
Lebih jauh, Ulil juga menghina insan termulia dalam Islam, nabi Muhammad SAW., dan menganggapnya banyak kekurangan.
“Bagaimana  meletakkan kedudukan Rasul Muhammad SAW dalam konteks pemikiran semacam ini? Menurut saya, Rasul Muhammad SAW adalah tokoh historis yang harus dikaji dengan kritis, (sehingga tidak hanya menjadi mitos yang dikagumi saja, tanpa memandang aspek-aspek beliau sebagai manusia yang juga banyak kekurangannya), sekaligus panutan yang harus diikuti (qudwah hasanah).
Ulil bahkan membenarkan semua agama, mencampuradukan dan mengatakan kebenaran Islam ada dalam filsafat Marxisme.
“Saya berpandangan lebih jauh lagi: setiap nilai kebaikan, di mana pun tempatnya, sejatinya adalah nilai Islami juga. Islam-seperti pernah dikemukakan Cak Nur dan sejumlah pemikir lain-adalah “nilai generis” yang bisa ada di Kristen, Hindu, Buddha, Konghucu, Yahudi, Taoisme, agama dan kepercayaan lokal, dan sebagainya. Bisa jadi, kebenaran “Islam” bisa ada dalam filsafat Marxisme.”
Dari artikel Ulil di tahun 2002 yang dimuat Kompas saja, dosa-dosa Ulil kepada Islam dan kaum Muslimin dianggap tidak dapat diampuni. Sayangnya, Ulil tidak berhenti menghina Islam dan kaum Muslimin.
Di tahun 2005, dari Boston dia menulis sebuah surat yang lagi-lagi menistakan Islam dan menbuat heboh. Dalam surat tersebut Ulil mengatakan yang salah saat ini bukan hanya umat Islam, tetapi Islam itu sendiri.
“Menurut saya, memang ada yang salah saat ini, bukan pada umat Islam, tetapi pada Islam itu sendiri. Kalau hal ini tidak diakui, maka “kultur kematian” (saya tak mau menyebutnya sebagai “martyrdom”) seperti yang meledak di Bali itu akan terus-menerus mewarnai Islam,

di masa-masa mendatang. Hanya saat umat Islam menyadari kesalahan itu, dan mengakuinya sebagai sejenis penyakit, maka mereka akan segera bergegas ke

dokter, dan mencari pengobatan. “Politic of denial”, menolak terus-menerus, sambil mengatakan bahwa “Ini bukan Islam, ini oknum,” hanya memperpanjang umur penyakit itu, akan membuatnya kian kronis, dan menggerogoti Islam sendiri. Kultur itu hanyalah

parasit yang harus segera dipotong.”

Dosa Ulil dan JIL Menuai Adzab & Bencana
Dosa-dosa Ulil secara khusus dan JIL secara umum terhadap Islam dan Kaum Muslimin tersebut bisa jadi merupakan penyebab dirinya dikirimi paket buku berisi bom. Hal ini terlihat dari judul buku “Mereka Harus Dibunuh! Karena Dosa-Dosa Mereka terhadap Islam dan Kaum Muslimin” yang dikirim seseorang bernama Drs. Sulaiman Azhar, Lc dan mengaku berasal dari Ciomas, Bogor.
Dalam surat tersebut, pengirim menjelaskan bahwa tema bukunya adalah “Deretan nama dan dosa-dosa tokoh Indonesia yang pantas dibunuh”. Dalam buku berjumlah halaman 412 tersebut, nama Ulil tentu saja dipastikan ada walaupun entah di urutan keberapa dan apakah buku tersebut betul-betul telah ditulis dan diterbitkan.
Nama Ulil dalam buku berjudul “50 Tokoh Islam Liberal Indonesia” yang ditulis oleh Budi Handrianto dan diterbitkan oleh Hujjah Press, menempati urutan ke 48 dan termasuk ke dalam kategori “Para Penerus Perjuangan” JIL Indonesia. Di urutan ke 49, terdapat nama Zuhairi Misrawi, yang uniknya juga nyaris dibunuh karena kiprahnya di JIL. Juga Masdar F Mas’udi (urutan ke 19 dan masuk kategori senior JIL).
Berikut kronologis peristiwanya sebagaimana terdapat dalam buku “Kekafiran Berfikir Sekte Paramadina, Wihdah Press, 2004, hlm 146).
Medio Februari 2004 publik muslim Mesir dan Indonesia geger dengan peristiwa ancaman bunuh terhadap Masdar F Mas’udi dan Zuhairi Misrawi oleh Limra Zainuddin, Presiden Persatuan Pelajar dan Mahasiswa Indonesia (PPMI) Mesir.
Masdar F Mas’udi, Direktur Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M) Jum’at sore di bulan Februari 2004 berada di Hotel Sonesta, Kairo. Ia berada di sana karena memiliki gawe bertajuk “Pendidikan dan Bahtsul Masail Islam Emansipatoris”. Acara ini akan dilangsungkan di hotel bintang lima tersebut, Sabtu hingga Senin. Kegiatan tersebut merupakan kerja sama P3M, Kekatiban Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (NU), dan organisasi mahasiswa setempat, “Sanggar Strategi TEROBOSAN”. Pesertanya sekitar 75 mahasiswa Indonesia di Mesir yang mewakili sejumlah simpul. Pemikir Mesir, Prof.Dr.Hassan Hanafi dan Dr.Youhanna Qaltah, dijadwalkan menjadi pembicara.
Sore itu, Limra mendatangi hotel untuk menolak acara tersebut. Setelah menemui manajer hotel, ia bertemu panitia dari unsur mahasiswa Indonesia di Kairo. Limra menyebutkan alasan menolak acara, karena lontaran pemikiran Zuhairi dianggap meresahkan masyarakat.
“Peryataan Zuhairi tentang shalat tidak wajib. Dan permasalahan muslim menikahi wanita musyrik,” kata Limra. “Juga pendapat Masdar tentang haji,” Limra menambahkan. Baru beberapa menit Limra berada di lobi hotel, kemudian muncul Masdar bersama beberapa mahasiswa.
Limra menyampaikan tembusan surat keberatan PPMI kepada Masdar. Surat tertanggal 5 Februari 2004 itu meminta Duta Besar RI untuk Mesir meniadakan acara yang akan digelar Zuhairi Misrawi selaku koordinator Program Islam Emansipatoris P3M. Penolakan itu, katanya, berdasar aspirasi mahasiswa Indonesia di Mesir. Ujung surat PPMI itu menyiratkan ancaman. “Bapak sudah bisa membaca apa yang terjadi, bila acara Zuhairi tetap dilaksanakan.” Menanggapi persoalan itu, Masdar berusaha mendinginkan suasana dengan menawarkan dialog. Limra menolak, dengan alasan hanya buang-buang waktu. Ia menilai pandangan Masdar tentang pelanggaran waktu haji telah mengungkit akidah. “Itu sekedar pemikiran. Anda tidak harus mengikutinya,” kata Masdar, berargumentasi. “Pokoknya tidak bisa,” ujar Limra dengan nada tinggi. “Saya sudah capek mengurus persoalan seperti ini, sampai program saya terbengkalai. Sejak lebaran, saya sudah marah. Sampai sekarang saya masih marah.”
Masdar lalu menantang, “Seandainya acara ini tetap dilaksanakan, apa akibatnya ?” Limra menanggapinya dengan melontarkan ancaman akan membunuh Masdar. Dengan tenang, Masdar meledek Limra, “Bisa enggak saya dibikinkan surat ancaman bahwa saya akan dibunuh?” Dan Limra pun berkelit, “Saya hanya bisa lewat lisan, saya banyak pekerjaan.”
Masdar kembali melontarkan pertanyaan, “Jadi, sama sekali enggak ada jalan keluar?” Limra naik pitam. Napasnya terengah-engah. Tangan kanannya mengambil asbak di meja, lalu diacungkan ke muka Masdar. “Apa perlu Bapak saya bunuh sekarang?” Limra membentak.
Dalam teks yang lain (ancaman itu dikutip dalam catatan kronologi bikinan tim panitia yang beredar di milis para mahasiswa Universitas al-Azhar, Mesir), Limra antara lain menyatakan : “Saya akan membunuh Bapak atau Zuhairi. Kalau bukan Bapak yang mati, atau Zuhairi, maka saya yang mati. Pilihannya mayat saya, mayat Bapak atau Zuhairi. Kalau Bapak masih bersikeras, saya sendiri yang akan membunuh Bapak.”
Kejadian serupa, dengan tokoh liberal asal Mesir juga pernah terjadi, menimpa Dr. Faraj Faudah (1945-1993). Dr.Faraj Faudah terbunuh setelah peristiwa “debat besar” antara kelompok sekuler di Mesir dengan kelompok Islam, tahun 1992. Dr. Faraj Faudah terbunuh enam bulan setelah acara debat, yaitu pada April 1993, di Mesir.
Syekh Muhammad Al-Ghazali yang menjadi ‘teman debat’ Faudah didatangkan oleh pengadilan sebagai saksi ahli atas terbunuhnya tokoh sekuler itu. Kesaksian Al-Ghazali ini kemudian ramai di media massa Mesir, ada yang pro dan kontra. Hal ini karena teryata di pengadilan Al-Ghazali menyatakan tegas bahwa orang yang mengaku muslim tapi menolak terang-terangan pelaksanaan syari’at Islam dan mengajak untuk mengganti syari’at Allah dengan syari’at thaghut, maka orang itu telah keluar dari agama Islam alias murtad.
Syekh Umar Bakri Muhammad dalam sebuah artikel di Majalah Shariah berjudul The Secularist’s Attack on Islam and Muslim mengungkapkan bahwa terdapat orang-orang Islam tetapi mempropagandakan ide-ide bukan Islam. Sifat dan perbuatan jahat orang-orang tersebut sudah tidak terhitung lagi banyaknya, bahkan mereka adalah ancaman paling berbahaya bagi keberadaan kaum Muslimin dan kemunculan kembali khilafah, karena mereka adalah “ancaman” yang tidak terlihat (munafik).
Abdurrahman Al Maliki  dalam Nidzomul Uqubat fil Islam, memasukkan aktivitas penyebaran ideologi kufur ke dalam sanksi jenis ta’zir, yaitu sanksi yang ditetapkan atas tindakan maksiyat yang di dalamnya tidak ada had dan kifarat .
“setiap orang yang melakukan aktivitas penyebaran ideologi kufur, atau pemikiran kufur, maka akan dikenakan sanksi penjara mulai 2 tahun hingga 10 tahun. Hal ini jika orang tersebut bukan muslim. Jika pelakunya seorang muslim, maka kepadanya ditetapkan hukum murtad, yakni dibunuh. Dan setiap orang yang melakukan penyebaran agama kufur di tengah-tengah kaum muslimin, maka ia akan dikenakan sanksi serupa.”
“Setiap tulisan atau seruan yang mengandung celaan terhadap salah satu dari akidah kaum Muslim, maka pelakunya akan dikenakan sanksi penjara mulai dari 5 tahun sampai 15 tahun, jika pelakunya bukan muslim atau celaannya tidak sampai mengkafirkan pengucapnya. Namun jika pelakunya seorang muslim dan jika celaan tersebut dapat mengkafirkan pengucapnya, maka ia akan dikenakan sanksi murtad (hukuman mati).”
Wallahu’alam bis showab!
By: M. Fachry

International Jihad Analysis

Jum’at, 13 Robi’ul Akhir 1432 H/18 Maret 2011 M
Ar Rahmah Media Network

http://www.arrahmah.com

The State of Islamic Media

© 2011 Ar Rahmah Media Network

Sabtu, 03 September 2011

SALAHUDIN AL AYYUBI (Saladin)

RIWAYAT HIDUP SALAHUDIN AL AYUBI

Salahudin Al-Ayubi atau nama sebenarnya Sholahuddin Yusuf bin Ayyub, Atau Saladin –menurut panggilan orang Barat– lahir pada tahun 1137M, di kota Tikrit, berhampiran dengan Sungai Tigris, kira-kira 140 km dari kota Baghdad.

Beliau dari suku bangsa Kurdish dan semasa dilahirkan keluarganya dihalau dari Tikrit oleh pemerintah Baghdad kerana dituduh penghianat. Dalam perjalanan ke Alleppo Salahudin dilahirkan sehingga ayahnya berkata Anakku ini dilahirkan ketika aku dalam kesusahan. Aku bimbang kelahirannya membawa sial. Tidak siapa menyangka bayi itu menjadi pahlawan terbilang.

Semasa kecilnya Salahuddin Al Ayubi mendapat pendidikan ilmu ketenteraan daripada bapa saudaranya Asaddin Shirkuh atau Assaddudin Shirkuwah seorang panglima perang.

Salahuddin dibesarkan sama seperti anak-anak Kurdish biasa. Pendidikannya juga seperti orang lain, belajar ilmu sains di samping seni peperangan dan mempertahankan diri.
Tiada seorangpun yang menyangka suatu hari nanti dia akan merampas kembali bumi Palestin dari tentera Salib. Walau bagaimanapun Allah telah mentakdirkannya untuk menjadi pemimpin besar pada zamannya dan Allah telah menyediakan dan memudahkan jalan-jalannya ke arah itu.

Kerjayanya bermula sebagai tentera berkuda Al-Malik Nuruddin, sultan Aleppo, kemudian dia diperintahkan untuk pergi ke Mesir. Pada masa itu Mesir diperintah oleh kerajaan Fatimiyah yang berfahaman Syiah. Pada mulanya Salahudin berasa berat hati hendak berangkat ke Mesir kerana lebih sayangkan Aleppo. Sesungguhnya Allah perancang yang Maha Bijaksana seperti yang termaktub dalam Al Quran; Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu (Al-Baqarah:216).

Apabila Salahudin sampai di Mesir keadaan tiba-tiba berubah. Dia yakin Allah telah memberi tanggung jawab kepadanya untuk membebaskan Baitul Muqaddis dari penaklukan Kristian. Dia menjadi seorang yang zuhud dan tidak tergoda dengan kesenangan dunia.

Stanley Lane Poole mencatatkan bahawa Salahuddin mengubah cara hidupnya kepada yang lebih keras. Dia bertambah warak dan menjalani hidup yang lebih berdisiplin dan sederhana. Dia mengenepikan corak hidup senang dan memilih corak hidup sederhana yang menjadi contoh kepada tenteranya. Dia menumpukan seluruh tenaganya untuk membina kekuatan Islam bagi menawan semula Jerusalem. Salahuddin pernah berkata, Ketika Allah menganugerahkan aku bumi Mesir, aku yakin DIA juga bermaksud Palestin untukku. Ini menyebabkan DIA memenangkan perjuangan Islam.

Sehubungan dengan itu Salahudin telah menyerahkan dirinya untuk jalan jihad. Fikiran Salahuddin sentiasa tertumpu kepada jihad di jalan Allah. Bahauddin, jurutulis Sultan Salahudin mencatatkan, semangat Salahuddin sentiasa berkobar-kobar untuk berjihad menentang tentera Salib telah menyebabkan jihad menjadi tajuk perbincangan yang paling digemarinya.Dia sentiasa meluangkan seluruh tenaganya untuk memperkuat pasukan tenteranya, mencari mujahid-mujahid dan senjata untuk tujuan berjihad. Jika ada sesiapa yang bercakap kepadanya berkenaan jihad dia akan memberikan sepenuh perhatian. Sehubungan dengan ini dia lebih banyak di dalam khemah perang daripada duduk di istana bersama sanak keluarga. Siapa sahaja yang menggalakkannya berjihad akan mendapat kepercayaannya. Apabila dia telah memulakan jihad melawan tentera salib dia akan menumpahkan seluruh perhatiannya kepada persiapan perang dan menaikkan semangat tenteranya.

Dalam medan peperangan dia bagaikan seorang ibu yang kehilangan anak. Dia akan bergerak dari satu penjuru ke penjuru yang lain dalam usaha menaikkan semangat tenteranya supaya benar-benar berjihad di jalan Allah. Dia sanggup pergi ke pelosok tanah air dengan mata yang berlinang mengajak umat Islam supaya bangkit membela Islam. Ketika perang berlansung dia lebih suka berpuasa. Semasa mengepung Acre dia demam namun tetap berpuasa. Doktor peribadinya berkata bahawa Salahuddin hanya berbuka dengan beberapa suap makanan sahaja kerena tidak mahu perhatiannya kepada peperangan terganggu.

Kemenangan peperangan Hittin telah membuka jalan mudah kepada Salahuddin untuk menawan Baitul Muqaddis. Bahauddin telah mencatatkan bahawa Salahuddin sangat-sangat berhajat untuk menawan baitul Muqaddis Hajatnya tercapai pada hari jumaat, 27 Rajab, 583H, iaitu pada hari Israk Mikraj, Salahuddin telah memasuki Masjidil al Aqsa.

Dalam catatan Bahauddin menyatakan inilah hari kemenangan atas kemenangan. Ramai orang yang terdiri dari ulama, pembesar-pembesar, peniaga dan orang-orang biasa datang merayakan kemenangan ini. Kemudiannya ramai lagi orang datang dari pantai dan hampir semua ulama-ulama dari Mesir dan Syria datang untuk mengucapkan tahniah kepada Salahuddin. Boleh dikatakan hampir semua pembesar-pembesar datang. Laungan Allahhu Akbar dan Tiada tuhan melainkan Allah telah bergema ke angkasa.

Sifat penyayang dan belas kasihan Salahuddin semasa peperangan ini sangat jauh berbeda daripada kekejaman tentera Salib. Ahli sejarah Kristian pun mengakui hal ini. Lane-Poole mengesahkan bahwa kebaikan hati Salahuddin telah mencegahnya daripada membalas dendam. Dia telah menuliskan yang Salahuddin telah menunjukkan ketinggian akhlaknya ketika orang-orang Kristian menyerah kalah.Tenteranya sangat bertanggung jawab, menjaga peraturan di setiap jalan, mencegah segala bentuk kekerasan hinggakan tiada kedengaran orang-orang Kristian diperlakukan tidak baik.

Selanjutnya Lane-Poole menuliskan bagaimana pula tindak-tanduk tentera Kristian ketika menawan Baitul Muqaddis kali pertama pada tahun 1099. Telah tercatat dalam sejarah bahawa ketika Godfrey dan Tancred menunggang kuda di jalan-jalan Jerusalem jalan-jalan itu 'tersumbat' dengan mayat-mayat, orang-orang Islam yang tidak bersenjata disiksa, dibakar dan dipanah dari jarak dekat dari atas bumbung dan menara rumah-rumah ibadah. Darah yang membasahi bumi yang mengalir dari pembunuhan orang-orang Islam secara beramai-ramai telah mencemarkan kesucian gereja di mana sebelumnya kasih sayang sentiasa diajarkan.

Maka sangat bernasip baik orang-orang Kristian apabila mereka dilayan dengan baik oleh Salahuddin. Lane-Poole juga menuliskan, jika hanya penaklukan Jerusalem sahaja yang diketahui mengenai Salahuddin, maka ia sudah cukup membuktikan dialah seorang penakluk yang paling penyantun dan baik hati di zamannya bahkan mungkin di sepanjang zaman.

Lane-Poole juga menuliskan dalam setiap peperangan Salahuddin sentiasa berbincang dalam majlis yang membuat keputusan-keputusan ketenteraan. Kadang-kadang majlis ini membatalkan keputusan Salahuddin sendiri. Dalam majlis ini tiada siapa yang mempunyai suara lebih berat tiada siapa yang lebih mempengaruhi fikiran Salahuddin. Semuanya sama sahaja. Dalam majlis itu ada adiknya, anak-anaknya, anak saudaranya, sahabat-sahabat lamanya, pembesar-pembesar tentera, kadi, bendahari dan setiausaha. Semuanya mempunyai sumbangan yang sama banyak dalam membuat keputusan. Pendeknya semuanya menyumbang dalam kepakaran masing-masing. Walau apa pun perbincangan dan perdebatan dalam majlis itu, mereka memberikan ketaatan mereka kepada Salahuddin.

Bahauddin bin Shaddad, penasihat utama Salahuddin telah mencatatkan berkenaan kewarakan Salahuddin. Dia sentiasa melakukan sembahyang berjemaah. Bahkan ketika sakitnya pun dia memaksa dirinya berdiri di belakang imam. Dia sentiasa mengerjakan sembahyang Tahajjud. Bahauddin melihatnya sentiasa sembahyang di belakang imam ketika sakitnya, kecuali tiga hari terakhir di mana ia telah tersangat lemah dan selalu pingsan.

Dia tidak pernah tinggal sembahyang fardhu. Tetapi dia tidak pernah membayar zakat harta kerana tidak mempunyai harta yang cukup nisab. Dia sangat murah hati dan akan menyedekahkah apa yang ada padanya kepada fakir miskin dan kepada yang memerlukan hinggakan ketika wafatnya dia tidak meninggalkan harta. Bahauddin juga mencatatkan bahawa Salahuddin tidak pernah meninggalkan puasa Ramadhan kecuali hanya sekali apabila dinasihatkan oleh Kadi Fadhil. Ketika sakitnya pun ia berpuasa sehinggalah doktor menasihat kannya dengan keras supaya berbuka. Lalu ia berbuka dengan hati yang berat sambil berkata, Aku tak tahu bila ajal akan menemuiku. Maka segera ia membayar fidyah.

Dalam catatan Bahauddin juga menunjukkan Salahuddin teringin sangat menunaikan haji ke Mekah tetapi dia tidak pernah berkesempatan. Pada tahun kemangkatannya, keinginannya menunaikan haji telah menjadi-jadi tetapi ditakdirkan tidak kesampaian. Dia sangat gemar mendengar bacaan Quran. Dalam medan peperangan ia acap kali duduk mendegar bacaan Quran para pengawal yang dilawatnya sehingga 3 atau 4 juzuk semalam. Dia mendengar dengan sepenuh hati sehingga air matanya membasahi dagunya.

Dia juga gemar mendengar bacaan hadis Rasulullah saw. Dia akan memerintahkan orang-orang yang bersamanya duduk apabila hadis dibacakan. Apabila ulama hadis datang ke bandar, dia akan pergi mendengar kuliahnya. Kadang kadang dia sendiri membacakan hadis dengan mata yang berlinang.

Salahuddin sangat yakin dan percaya kepada pertolongan Allah. Dia biasa meletakkan segala harapan nya kepada Allah terutama ketika dalam kesusahan. Pada satu ketika dia berada di Jerusalem yang pada masa itu seolah-olah tidak dapat bertahan lagi dari pada kepungan tentera bersekutu Kristian. Walaupun keadaan sangat terdesak dia enggan untuk meninggalkan kota suci itu. Malam itu adalah malam Jumaat musim sejuk. Bahaauddin mencatatkan, Hanya aku dan Salahuddin sahaja pada masa itu. Dia menghabis kan masa malam itu dengan bersembahyang dan munajat.

Aku berada di sebelahnya ketika dahinya mencecah bumi sambil menangis hingga air matanya mambasahi janggutnya dan menitik ke tempat sembahyang. Aku tidak tahu apa yang didoakannya tetapi aku melihat tanda-tanda doanya dikabulkan sebelum hari itu berakhir. Perbalahan berlaku di antara musuh-musuh yang menatijahkan berita baik bagi kami beberapa hari kemudian. Akhirnya tentera salib membuka khemah-khemah mereka dan berangkat.

Salahuddin tidak pernah gentar dengan ramainya tentera Salib yang datang untuk menentangnya. Dalam satu peperangan tentera Salib berjumlah sehingga 600,000 orang, tetapi Salahuddin menghadapinya dengan tentera yang jauh lebih sedikit. Berkat pertolongan Allah mereka menang, membunuh ramai musuh dan membawa ramai tawanan. Ketika mengepung Acre, pada satu petang lebih dari 70 kapal tentera musuh beserta senjata berat mendarat. Boleh dikatakan semua orang merasa gentar kecuali Salahuddin. Dalam satu peperangan yang sengit semasa kepungan ini, serangan mendadak besar-besaran dari musuh telah menyebabkan tentera Islam kalang kabut. Tentera musuh telah merempuh khemah-khemat tentera Islam bahkan telah sampai ke khemah Salahuddin dan mencabut benderanya. Tetapi Salahuddin bertahan dengan teguhnya dan berjaya mengatur tenteranya kembali sehingga dia berjaya membalikkan kekalahan menjadi kemenangan.

Musuh telah kalah teruk dan berundur meninggalkan lebih kurang 7,000 mayat-mayat. Bahauddin ada mencatatkan betapa besarnya cita-cita Salahuddin. Suatu hari Salahuddin pernah berkata kepadanya, Aku hendak beri tahu padamu apa yang ada dalam hatiku. Apabila Allah mentakdirkan seluruh tanah suci ini di bawah kekuasaanku, aku akan serahkan tanah-tanah kekuasaanku ini kepada anak-anakku, kuberikan arahan-arahanku yang terakhir lalu ku ucapkan selamat tinggal. Aku akan belayar untuk menaklukkan pulau-pulau dan tanah-tanah yang lain. Aku tak akan meletakkan senjata ku selagi masih ada orang-orang kafir di atas muka bumi ini sehingga ajalku sampai.

Salahuddin memiliki asas pengetahuan agama yang kukuh. Dia juga mengetahui setiap suku-suku kaum Arab dan adat-adat resam mereka. Bahkan dia mengetahui sifat-sifat kuda Arab walaupun dia sebenarnya orang Kurdish. Dia sangat gemar mengumpulkan pengetahuan dan maklumat dari kawan-kawannya dan utusan-utusannya yang sentiasa berjalan dari satu penjuru ke satu penjuru negerinya. Di samping Quran dia juga banyak menghafal syair-syair Arab. Lane-Poole juga ada menuliskan bahawa Salahuddin berpengetahuan yang dalam dan gemar untuk mendalami lagi bidang-bidang akidah, ilmu hadis serta sanad-sanad dan perawi-perawinya, syariah dan usul figh dan juga tafsir Quran.

Kejayaan terbesar Sultan Salahudin Al Ayubi ialah mengalahkan tentera Salib pada tahun 1171. Baginda memerintah selama 22 tahun telah membina kubu pertahanan dikenali sebagai al-Qalaah (Citadel) yang mana melindungi kota Kaherah dan kota lama al-Fustat dari serangan musuh. Selepas beliau meninggal pada tahun 1193 di Damsyik, Syria, pewaris-pewarisnya telah memerintah Mesir sehingga tahun 1250.

Stanley Lane Poole (1914) seorang penulis Barat menyifatkan Salahuddin sebagai seorang yang memilliki kelebihan daripada orang lain kerana menunjukkan akhlak yang mulia. Menurutnya pada hari tentera salib menakluk Jerusalem pada tahun 1099, mereka telah menyembelih orang-orang Islam termasuk wanita dan kanak-kanak, bermula dari pagi hinggalah ke tengah malam. Pada keesokan harinya mayat-mayat orang Islam bertimbun setinggi paras lutut di sepanjang jalan di Jerusalem.

Tetapi apabila Sultan Salahudin al-Ayubi menakluk kembali Jerusalem pada 1187, tentera Islam tidak membunuh seorang pun penduduk Jerusalem , malah pada keesokan harinya Salehudin telah membenarkan penganut semua agama (tidak kira sama ada Islam atau Kristian atau Yahudi) untuk bersembahyang di tempat-tempat suci masing-masing di bandar tersebut.

Satu lagi kebaikan yang ditunjukan oleh Sultan Salahudin ialah kepada musuhnya Raja Richard Berhati Singa yang datang dari England. Ketika peperangan sedang berlansung, Raja Richard jatuh sakit lalu Sultan Saladin mengirimnya buah-buahan segar, air sejuk dan seorang dokter. Kerana terharu dengan kebaikan Sultan Salahudin maka akhirnya ditandatangani perjanjian damai pada 1 September 1192 sehingga orang-orang Eropah berasa takjub bagaimana agama Islam boleh melahirkan seorang pahlawan yang baik seperti Salahudin Al Ayubi.

Sebelum meninggal dunia Sultan Salahudin Al Ayubi berpesan kepada anak-anaknya; "Jangan kamu menumpahkan darah, kerana apabila darah telah terpercik tidak ada yang tertidur."

Pada hari Rabu, 27 Safar, 589H, pulanglah Salahuddin ke rahmatullah pada usia 57 tahun. Bahauddin bin Shaddad, penasihat utama Salahuddin telah menulis mengenai hari-hari terakhir Salahuddin.

Pada malam 27 Safar, 12 hari selepas jatuh sakit, dia telah menjadi sangat lemah. Syeikh Abu Jaafar seorang yang warak telah diminta menemani Salahuddin di Istana supaya membaca al Quran. Memang pada malam itu telah nampak tanda-tanda berakhirnya hayat Salahuddin. Syeikh Abu Jaafar telah duduk di tepi katilnya semenjak 3 hari yang lepas membacakan Quran. Dalam masa ini Salahuddin selalu pingsan.

Apabila Syeikh Abu Jaafar membacakan ayat, Dialah Allah, tiada tuhan melainkan Dia, Yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata (Al-Hasyr: 22), Salahuddin membuka matanya sambil senyum, mukanya berseri dan denga nada yang gembira ia berkata, Memang benar tidak ada Tuhan selain Allah. Selepas dia mengucapkan kata-kata itu dia menghembuskan nafasnya yang terakhir sebelum subuh, 27 Safar. 

Salahuddin tidak meninggalkan harta kecuali 1 dinar 47 dirham. Harta yang ditinggalkannya tidak cukup untuk belanja pengkebumiannya. Bahkan kain kafan pun diberikan oleh seorang menterinya.

Pedang Salahudin Al Ayyubi