Minggu, 09 Oktober 2011

Rokok, doktrinasi gaya hidup yang diusung AS ke negara berkembang


JAKARTA (Arrahmah.com) – Dalam laman resmi Persatuan Industri Rokok Amerika Serikat jelas menyatakan bahwa mereka memasarkan rokok ke negara berkembang di Asia dikemas tidak dalam bentuk rokok melainkan sebagai gaya hidup. Ini mereka samakan dengan Coca-Cola, McDonalds atau Levi’s.
Demikian yang diungkapkan mantan Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Kartono Mohamad. Ia juga mengungkapkan usulan yang bernada provokatif dalam diskusi yang membincangkan Rancangan Undang-undang Pengendalian Dampak Produk Tembakau, pekan lalu. Dalam diskusi tersebut ia mengusulkan lebih baik rokok kretek yang menjadi cirri khas rokok Indonesia diekspor sebagai bentuk “balas dendam” pada negara lain.
“Setuju industri rokok dipertahankan bila memang kretek ingin tetap dipertahankan. Eksporlah. Racunilah negara lain! Jangan racuni rakyat sendiri. Dan ini yang dilakukan negara maju seperti Amerika Serikat,” kata Kartono dalam diskusi Executive Forum Media Indonesia di Jakarta yang juga dibuka Ketua DPR Marzuki Alie.
Kartono menjelaskan bahwa Persatuan Industri Rokok Amerika Serikat, jelas-jelas menyatakan dalam laman resminya, bahwa mereka memasarkan rokok ke negara-negara berkembang di Asia dikemas tidak dalam bentuk rokok melainkan sebagai gaya hidup. Ini mereka samakan dengan Coca-Cola, McDonalds atau Levi’s.
“Itu sangat jelas mereka katakan dalam situs resminya. Jadi itu adalah strategi. Dengan kenyataan ini, anggapan bahwa regulasi pengendalian produk tembakau dipengaruhi kapitalis, itu penilaian yang salah. Justru yang menghalangi pengaturan ini adalah membela kapitalis,” kata aktivis Koalisi Anti Korupsi Ayat Rokok (KAKAR) ini.
;
Kartono mengungkapkan, ekspor rokok Amerika Serikat ke negara-negara berkembang di Asia sejak 1970 hingga 1990 naik 300 persen. Sementara di dalam negeri Amerika sendiri, karena peraturan yang ketat, konsumsi rokok dapat ditekan hingga tinggal 20 persen.
Kartono juga mengingatkan industri rokok dalam negeri tak perlu khawatir regulasi yang dibuat nantinya akan mematikan industri mereka. Pasalnya perokok di Indonesia mencapai 65 juta jiwa.
“Mereka ini sudah ketagihan. Kendati hujan badai pun mereka akan mencari rokok,” kata Kartono.
Kartono berharap dengan adanya regulasi, dapat menekan anak-anak remaja untuk tidak terpacu lebih dini menjadi perokok pemula. (dns/arrahmah.com)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar